Dealing with the lost (1)

Suatu hari tinggallah seorang gadis kecil di tengah sebuah desa di pinggiran hutan sebuah kota tua. Ia tinggal di sebuah bangunan klasik berwarna putih yang sudah cukup memudar warna catnya, redup cahaya lampunya dan dingin atmosfer didalamnya. Tak ada yang istimewa dari gadis maupun bangunan itu. Keduanya nampak sama, biasa dan tak ada yang istimewa. Tak banyak penduduk desa itu yang mungkin menyadari keberadaan gadis didalam bangunan itu dan begitupun gadis itu juga tak banyak mengenal bagaimana sehari-hari penduduk desa itu hidup. Dulu ayah dan ibunya pernah berkata kepadanya bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa di desa itu, maka tak bolehlah dia banyak menuntut atas keinginannya. Karena itulah sehari-hari tak banyak ekspektsi yang ia bangun dalam hidupnya. Rutinitasya sangat umum dan membosankan bagi kebanyakan. Bangun pagi menyiram tanaman, kemudian pergi ke pasar untuk menjual barang-barang dagangannya, yaitu kayu bakar yang sehari-hari berhasil ia kumpulkan dari hutan. Ada yang bilang kalau gadis ini terlalu tidak modern untuk hidup di jaman ini. Ada juga yang bilang kalau gadis ini sungguh tak memiliki skill kehidupan yang layak untuk bisa bertahan hidup. "tak ada keahlian lain yang ia punya selain mengumpulkan kayu-kayu tak berharga itu", kata seorang penduduk desa. "siapa orang di jaman ini yang masih menggunakannya?" seorang yang lain menambahkan gumaman yang mungkin benar untuk gadis itu.

Namun toh para penduduk itu hanya bisa berbicara dengan mulut besar mereka. Tak ada sedikitpun yang berguna untuk mengubah kehidupan si gadis itu. Menyadari hal tersebut, gadis itu tetap melakukan kegiatannya yang monoton. Suatu hari, ketika dia pergi ke hutan, dia melihat seorang pemuda membawa beberapa peralatang yang cukp lengkap. Ia berkata kepada gadis kecil tersebut bahwa ia akan mengambil kayu-kayu ini dan mengumpulkannya untuk membangun sebuah rumah kayu diatas pohon besar ditengah hutan itu. Dari atas rumah tersebut nantianya ia akan bisa melihat pemadangan di seluruh desa ini dari ketinggian, merasakan angin yang sejuk serta kicauan burung dan raungan binatang hutan yang akan mendamaikan hidupnya nanti. Tak hanya itu, pemuda itu juga menuturkan rencana lainnya yang lebih spektakuler seperti membangun sistem irigasi, berccok tanam secara mandiri serta mengelola semua sumber daya tersebut. Mendengar cerita tersebut, gadis tersebut terpana. Ia terkesiap membayangkan bagaimana nikmatnya hidup di rumah pohon dengan semua ketercukupan dan kemandirian hidup. 

"Hey,,," pemuda itu membuyarkan lamunan gadis kecil itu. "Jadi maukah kamu untuk memberikan kayumu itu untuk kita sama-sama membangun rumah tersebut?" dia kembali berkata. Maka tanpa pikir panjang gadis itu memberikan kayunya. Bukan hanya karena dia menginginkan rumah impian itu. Namun juga karena baru pertama kalinya itu seseorang menganggap penting apa yang selama ini ia punya. Tidak seperti penduduk desa pada umumnya yang hanya bisa mencela dan meremehkanya.

Bersambung. . .

Comments

Popular Posts